Kisah Keajaiban Maaf: Jalan Menuju Surga yang Terbentang Luas
Oleh : Ustad Mogayer
Di suatu senja yang tenang, dalam hangatnya kebersamaan para sahabat, Rasulullah SAW duduk bercengkrama. Suasana penuh kedamaian itu tiba-tiba dihiasi tawa ringan beliau, tawa yang begitu tulus hingga memperlihatkan barisan gigi depannya yang bersih. Umar r.a., yang selalu penuh rasa ingin tahu dan cinta pada Nabi, segera bertanya, “Apa yang membuatmu tertawa wahai Rasulullah?”
Pandangan lembut Rasulullah SAW beralih pada Umar, kemudian beliau menjawab, “Aku diberitahu Malaikat, bahwa pada hari kiamat nanti, ada dua orang yang duduk bersimpuh sambil menundukkan kepala di hadapan Allah SWT.”
Kisah itu pun mengalir dari bibir mulia beliau. Salah seorang di antara mereka mengadu kepada Allah, dengan suara yang mungkin bergetar karena ketakutan akan perhitungan, “Ya Rabb, ambilkan kebaikan dari orang ini untukku karena dulu ia pernah berbuat zalim kepadaku.”
Allah SWT, Maha Adil lagi Maha Bijaksana, berfirman, “Bagaimana mungkin Aku mengambil kebaikan saudaramu ini, karena tidak ada kebaikan di dalam dirinya sedikit pun?”
Mendengar firman itu, orang yang mengadu tadi tidak menyerah. Ia begitu ingin mencari pertanggungjawaban atas kezaliman yang pernah ia rasakan, hingga ia berkata, “Ya Rabb, kalau begitu, biarlah dosa-dosaku dipikul olehnya.”
Sampai di titik ini, suasana berubah. Mata Rasulullah SAW yang jernih mulai berkaca-kaca. Air mata perlahan menetes, tak mampu beliau tahan. Beliau menangis. Dengan suara bergetar dan hati yang penuh rasa khawatir akan dahsyatnya hari itu, beliau bersabda, “Hari itu adalah hari yang begitu mencekam, di mana setiap manusia ingin agar ada orang lain yang memikul dosa-dosanya.”
Namun, kisah ini belum usai. Dengan suara yang lebih tenang, Rasulullah SAW melanjutkan kisahnya.
Lalu Allah SWT berkata kepada orang yang mengadu tadi, “Sekarang angkat kepalamu.”
Orang itu mengangkat kepalanya, dan apa yang ia saksikan sungguh di luar dugaan. Matanya terbelalak takjub, ia berkata, “Ya Rabb, aku melihat di depanku ada istana-istana yang terbuat dari emas, dengan puri dan singgasananya yang terbuat dari emas dan perak, bertahtakan intan berlian. Istana-istana itu untuk Nabi yang mana, ya Rabb? Untuk orang shiddiq yang mana, ya Rabb? Untuk syuhada yang mana, ya Rabb?”
Suara agung Allah SWT kemudian berfirman, “Istana itu diberikan kepada orang yang mampu membayar harganya.”
Orang itu, yang masih terpukau, bertanya, “Siapakah yang mampu membayar harganya, ya Rabb?”
Dan jawaban-Nya sungguh mengejutkan, “Engkau pun mampu membayar harganya.”
Ia terheran-heran, tak percaya, sambil berkata, “Dengan cara apa aku membayarnya, ya Rabb?”
Maka Allah SWT berfirman, “CARAnya, engkau MAAFkan saudaramu yang duduk di sebelahmu, yang kau adukan kezalimannya kepada-Ku.”
Sekejap, hati orang itu luluh. Kebencian dan rasa ingin menuntut keadilan sirna oleh kemilau janji surga. Dengan penuh kerendahan hati, ia berkata, “Ya Rabb, kini aku memaafkannya.”
Sungguh, Maha Besar Allah dengan segala hikmah-Nya. Allah SWT berfirman lagi, “Kalau begitu, gandeng tangan saudaramu itu, dan ajak ia masuk Surga bersamamu.”
Setelah selesai menceritakan kisah yang penuh pelajaran ini, Rasulullah SAW menatap para sahabatnya dengan pandangan penuh cinta dan nasihat, bersabda, “Bertakwalah kalian kepada Allah dan hendaknya kalian SALING BERDAMAI dan MEMAAFkan. Sesungguhnya Allah mendamaikan persoalan yang terjadi di antara kaum muslimin.” (Kisah ini diriwayatkan oleh Imam al-Hakim dengan sanad yang shahih).
Saudara dan sahabatku tercinta,
Kisah ini mengingatkan kita akan kekuatan luar biasa dari meminta maaf, memberi maaf, dan saling memaafkan. Amalan hati ini, meski sering terasa berat dan menantang ego kita, memiliki nilai yang tak terhingga di hadapan Allah SWT. Ia adalah kunci pembuka pintu-pintu kemuliaan, bahkan mampu mengubah dendam menjadi jembatan menuju surga.
Maka, mari kita renungkan. Berapa banyak di antara kita yang masih memendam amarah, sakit hati, atau dendam? Hari ini, biarlah kisah ini menjadi pengingat dan pendorong.
Maafkan diriku ya Saudara dan Sahabatku tersayang, sekiranya pernah menyakitimu dalam perkataan dan perbuatan.
Semoga kita semua diberikan kemudahan untuk melapangkan dada, saling memaafkan, dan pada akhirnya, bersama-sama meraih Surga-Nya Allah SWT. Aamiin Yaa Rabbal Alaamiin
