Cahaya Keyakinan: Menerangi Jalan Menuju Ridha-Nya
“Cahaya yang tersimpan di dalam hati, datang dari cahaya yang langsung dari khazanah-khazanah kegaiban. Cahaya yang memancar dari panca inderamu berasal dari ciptaan Allah. Dan cahaya yang memancar dari hatimu berasal dari sifat-sifat Allah.” (Ibnu Atha’illah)
Saudaraku, pernahkah kita merenungkan dari mana datangnya cahaya keyakinan yang menerangi hati kita? Ibnu Atha’illah, seorang ulama sufi yang bijak, menjelaskan bahwa cahaya itu berasal dari khazanah kegaiban Allah, Sang Pemilik cahaya di atas cahaya. “Allah (Pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi. Perumpamaan cahaya Allah, adalah seperti sebuah lubang yang tak tembus, yang di dalamnya ada pelita besar. Pelita itu di dalam kaca (dan) kaca itu seakan-akan bintang (yang bercahaya) seperti mutiara, yang dinyalakan dengan minyak dari pohon yang berkahnya, (yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak di sebelah timur (sesuatu) dan tidak pula di sebelah barat(nya), yang minyaknya (saja) hampir-hampir menerangi, walaupun tidak disentuh api. Cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis), Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang dia kehendaki, dan Allah memperbuat perumpamaan-perumpamaan bagi manusia, dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS. An-Nur: 35)
Cahaya keyakinan itulah yang akan membimbing kita menuju kebahagiaan hakiki, kebahagiaan yang bersumber dari ridha Allah. Namun, sayangnya, kita seringkali merasa kecewa dan tidak puas dalam hidup. Mengapa? Karena kita lebih yakin pada kemampuan diri sendiri dan pertolongan makhluk, daripada pertolongan Allah. Kita lupa bahwa manusia itu lemah dan tak berdaya. “Dan janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman.” (QS. Ali Imran: 139)
Saudaraku, untuk mencapai keyakinan yang bulat kepada Allah, ada tiga tahap yang harus kita tempuh:
Pertama, ‘ilmul yaqin, yaitu meyakini sesuatu berdasarkan ilmu atau pengetahuan. Semakin luas pengetahuan kita tentang Allah, semakin kuat pula keyakinan kita kepada-Nya. “Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.” (QS. Al-Mujadilah: 11)
Kedua, ‘ainul yaqin, yaitu keyakinan yang timbul karena pengalaman langsung. Melihat dengan mata kepala sendiri akan memperkuat keyakinan kita.
Ketiga, haqqul yaqin, yaitu keyakinan yang mendalam dan terbukti kebenarannya. Keyakinan ini sudah meresap ke dalam hati dan sulit untuk dirubah. “Orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.” (QS. Ar-Ra’d: 28)
Sayangnya, banyak di antara kita yang keyakinannya masih sebatas ‘ilmul yaqin atau ‘ainul yaqin. Kita percaya bahwa Allah Maha Kaya, namun kita masih takut miskin. Kita percaya bahwa Allah Maha Menentukan, namun kita masih khawatir dengan masa depan.
Saudaraku, marilah kita tingkatkan kualitas keyakinan kita menjadi haqqul yaqin. Caranya? Dengan terus belajar, berdoa, bertafakur, dan bermuhasabah. Bersihkan hati kita dari noda dosa dan maksiat. “Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu.” (QS. Asy-Syams: 9)
Semoga Allah senantiasa memberikan cahaya keyakinan dalam hati kita, sehingga kita bisa menjalani hidup dengan tenang dan bahagia. Wallahu a’lam. (AAL)
