Membangun Umat Terbaik: Refleksi Moderasi Islam untuk Kehidupan Nyata
Tangerang Selatan, Banten – Memasuki minggu keempat bulan Agustus, suasana subuh di Masjid An-Nur Pamulang Permai, Kota Tangerang Selatan, diwarnai dengan kajian keislaman yang mendalam. Dalam acara yang diselenggarakan pada Ahad, 24 Agustus 2025 M/1 Rabi’ul Awal 1447 H, Prof. Dr. Asep Usman Ismail, seorang Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, membawakan materi bertajuk “Membangun Ummathan Wasatha: Dasar-Dasar Ummatan Wasatha“. Kajian ini mengupas tuntas makna ummatan wasatha dalam perspektif Al-Qur’an dan relevansinya dalam kehidupan kontemporer.
Kajian ini bukan sekadar diskusi teoretis, melainkan ajakan untuk merefleksikan kembali peran umat Islam di tengah masyarakat. Prof. Asep menekankan bahwa konsep ummatan wasatha, yang berarti umat pertengahan, sesungguhnya merupakan mandat ilahi untuk menjadi umat yang adil, proporsional, seimbang, dan mampu menunjukkan bukti keindahan ajaran Islam dalam praktik nyata.
Memahami Konsep Ummatan Wasatha
Menurut Prof. Asep, istilah ummatan wasatha yang terdapat dalam Surah Al-Baqarah ayat 143, secara harfiah memiliki beragam makna. Ia bisa diartikan sebagai “umat di depan” atau “pemimpin”, merujuk pada posisi umat Islam yang seharusnya berada di garda terdepan dalam kebaikan.
Namun, makna yang paling esensial adalah pertengahan, yang mencerminkan sikap moderasi dan keseimbangan. Moderasi ini tidak hanya sebatas toleransi, melainkan sebuah posisi yang adil dan proporsional dalam menghadapi berbagai aspek kehidupan.
Prof. Asep menjelaskan bahwa wasatha atau moderasi Islam menuntut adanya keseimbangan dalam berbagai dimensi kehidupan, termasuk:
- Materi dan spiritual. Menyeimbangkan kebutuhan duniawi dan akhirat.
- Individu dan kolektivitas. Membangun harmoni antara hak dan tanggung jawab pribadi serta sosial.
- Akal dan hati. Menggunakan logika dan rasionalitas tanpa mengabaikan intuisi dan spiritualitas.
- Ilmu dan sikap. Mengamalkan ilmu yang dimiliki dengan akhlak yang mulia.
- Usaha dan doa. Berikhtiar maksimal sambil terus berserah diri kepada Allah SWT.
Mewujudkan Khairu Ummah dalam Kehidupan Nyata
Prof. Asep menegaskan bahwa tujuan utama dari ajaran Islam adalah untuk mewujudkan umat terbaik (khairu ummah) di antara umat manusia. Sebagaimana termaktub dalam Surah Ali Imran ayat 110, predikat khairu ummah disematkan kepada umat Islam karena mereka senantiasa menyuruh kepada yang makruf (kebaikan) dan mencegah dari yang mungkar (kemungkaran), serta beriman kepada Allah.
Namun, Prof. Asep mengingatkan bahwa predikat ini tidak datang secara cuma-cuma. Umat Islam harus mampu membuktikan keunggulan ajaran Islam yang bersifat teoretis (konsep) dengan praktik empiris (nyata). Ia menyoroti adanya paradoks yang kerap terjadi, seperti ajaran Islam yang mengajarkan cinta damai, namun umatnya justru terlibat dalam konflik, atau ajaran Islam yang mengedepankan kebersihan, namun sebagian umatnya abai terhadap kebersihan.
Untuk mengatasi paradoks ini, moderasi Islam harus menjadikan Rasulullah Muhammad SAW sebagai pedoman atau rujukan utama (syahiidan). Kesadaran ini penting untuk menunjukkan bukti nyata kebaikan Islam kepada seluruh manusia.
Prof. Asep menekankan bahwa konsep ummatan wasatha sangat cocok dengan kebutuhan dasar manusia yang multidimensional, meliputi aspek fisik, intelektual, emosional, spiritual, individu, dan sosial.
Tantangan dan Harapan
Kajian ini menutup dengan pesan bahwa moderasi Islam bukan hanya sekadar konsep, melainkan sebuah kerja nyata. Umat Islam harus terus berupaya membangun kesadaran kolektif untuk menjadikan Rasulullah sebagai teladan dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam urusan ibadah, muamalah (interaksi sosial), maupun sistem kemasyarakatan. Dengan demikian, umat Islam dapat benar-benar menjadi saksi atas kebaikan ajaran Islam dan mewujudkan Islam shalihun linnas fi kulli zaman wal makaan, yaitu Islam yang relevan dan baik bagi seluruh manusia di setiap masa dan tempat.
